Minggu, 15 April 2012

IKHLAS BERAMAL DARI LUBUK HATI

DALAM Alquranul karim ada satu surat yang disebut dengan nama surat Al-Ikhlas (Ketulusan), yaitu surat yang mengandung nilai tauhid sebagai aqidah yang wajib kita sebagai kaum muslimin memilikinya. Al-Ikhlas terdiri dari empat ayat: “Katakanlah, “Dia-lah Allah Yang Maha Tunggal. Allah adalah tumpuan segala harapan. Dia tidak melahirkan dan Dia tidak pula dilahirkan. Dan tidak ada seorangpun yang menyerupai-Nya.”

Mengapa surat ini disebut surat Al-Ikhlas? Padahal dari empat ayat itu tidak ada satu katapun yang menyebutkan kata ikhlas. Dari sinilah dapat kita pahami bahwa kata ikhlas itu tidak tampak keluar yang merupakan suatu bentuk nyata karena hakikat ikhlas berasal dari iman, sedangkan iman itu bertumpu pada ketauhidan yakni kepercayaan meng-Esakan Allah SWT dengan tidak mempersekutukannya dengan sesuatu yang lain.


Ikhlas adalah salah satu dari berbagai amal hati. Amal akan menjadi sempurna hanya dengan keikhlasan. Amal yang tidak disertai keikhlasan dari hati ibarat gambar mati atau raga tanpa jiwa. Allah SWT selalu menginginkan hakikat setiap amal, bukan dari rupa dan bentuknya. Dia menolak setiap amal pelaku tertipu dengannya.

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy’ari disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berperang karena keberaniannya, fanatisme dan karena riya’, mana di antaranya yang berada di jalan Allah SWT? Rasulullah SAW menjawab: “Barangsiapa yang berperang dengan tujuan kalimat Allah (baca: Islam), itulah yang tertinggi, maka ia berada di jalan Alllah SWT.”

Di bagian lain Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuh dan penampilanmu, tetapi Allah melihat hatimu.” Dua hadist barusan memberi pengertian bahwa beramal itu bukan dilihat dari bentuknya, tetapi bagaimana niat beramal itu, apakah dari lubuk hati yang ikhlas atau tidak.

Seseorang yang bersikap dan berprilaku ikhlas dalam hidupnya sangat dimuliakan Allah SWT. Karena keikhlasannya itu dapat menjadikan dirinya lebih berani dan lebih bersemangat dalam melaksanakan segala tugas dan kewajiban yang dipercayakan kepadanya. Orang yang ikhlas tetap akan melaksanakan tugasnya walaupun tidak ada pengawas yang mengawasinya, karena dia dapat mengawasi dirinya sendiri dan yakin apa saja yang dia lakukan pasti dilihat dan diketahui-Nya.

Orang yang beramal ikhlas karena Allah SWT tidak akan memutuskan amalnya, sebab alasan yang melatarbelakangi amalnya tidak pernah sirna. Dia berfirman dalam Alquran Surat Al-Qashash (Kisah-kisah) 88: “Segala sesuatu akan binasa selain dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Dia-lah yang menentukan segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”

Upaya untuk mengetahui hakikat ikhlas dan pengamalannya memang rada sulit karena begitu dalam laksana lautan yang dalam. Semua orang bisa tenggelam di dalamnya sebagaimana digambarkan oleh Allah SWT melalui QS Shaad 83: “Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis (orang-orang yang menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya).”

Memang ikhlas itu adalah sebuah kata yang sangat mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan. Boleh saja mulut kita setiap saat mengatakan ikhlas, tetapi karena keikhlasan bukanlah aktivitas mulut, maka sebanyak apapun kita mengatakan kata ikhlas, kalau hati tidak ikhlas, tidak akan memiliki arti sedikitpun di hadapan Allah SWT.

Kita harus benar-benar menempatkan keberadaan hati karena hati merupakan piranti penting dalam diri manusia. Bila hati baik, baiklah manusianya, namun bila sebaliknya maka akan rusaklah manusianya.

Hati merupakan daya penentu bagi aktivitas kemanusiaan. Hati berfungsi sebagai penerang akal ketika akal berada dalam keraguan. Kalau akal dapat menghantar manusia pada kebenaran maka hati memberi cara bijak mencapai kebenaran. Hati juga sumber moral dan etika manusia.

Allah SWT menyebutkan hati sebagai bagian terjujur yang tidak akan pernah berbohong dengan apa yang dilihatnya sebagaimana dapat kita simak dalam QS An-Najm (Bintang) 11 : “Hati tidak mendustakan (membenarkan) apa yang telah dilihatnya.”

Organ tubuh yang lain boleh saja dua, tetapi hatinya tetap satu, karena Allah SWT tidak akan pernah membuatkan dua hati dalam rongga tubuh manusia sebagaimana disebutkan dalam QS 33:4 : “Allah tidak menjadikan dua hati dalam dada seseorang ..” Mekanisme hati dalam wacana ini diartikan sebagai pekerjaan hati, yaitu bagaimana seharusnya hati bekerja dan berperan dalam mencapai kesempurnaan iman dan amal.

Para ahli sufi mengatakan, “amal itu bersifat fisik, sedangkan ruhnya adalah ikhlas.” Oleh karena itu, setiap amal yang tidak dibangun dengan landasan keikhlasan adalah amalan yang mati yang ditolak dan tidak diberkahi Allah SWT.

Guna mewujudkan perasaan ikhlas, setiap manusia harus senantiasa meluruskan niatnya dalam setiap amal yang dilakukannya. Meneliti setiap motivasi yang menggerakkannya untuk beramal. Setelah itu tidak ada waktu bagi seseorang untuk diam tidak beramal karena takut tidak ikhlas.

Ketika keikhlasan sudah bersemayam di dalam setiap orang, maka ketika ada pekerjaan yang harus ditunaikan tentulah orang akan berdesak-desakan datang untuk mengerjakannya. Mereka menghilang ketika ada keuntungan, saling mengalah dalam urusan dunia dan saling berlomba dalam urusan akherat. Namun ketika rasa ikhlas jauh dari hati, hati telah tercemar, tentu yang terjadi adalah sebaliknya.

Hati yang telah tercemar tidak dapat berfungsi menuju kebaikan dan beramal. Dengan kata lain, mekanisme hati menjadi kacau. Implikasinya, ilmu pengetahuan yang telah diraih lewat pancaindra dan proses penalaran, menjadi tanpa arah dan bebas nilai.

Proses tercemarnya hati diawali dengan masuknya noda hitam akibat dosa-dosa kecil yang diperbuat dan akhirnya hati menjadi sakit dan rusak. Dalam sabdanya (Rasulullah SAW) disebutkan bahwa jika manusia semakin menumpuk dosa maka noda hitam tadi semakin banyak dan tertutuplah seluruh hatinya.

Akhirnya upaya strategis untuk menghilangkan noda-noda yang menutupi hati agar mekanisme hati menjadi aktif kembali adalah dengan banyak bertobat secara benar dan sungguh-sungguh serta memperbanyak zikir kepada Allah SWT. Disusul mengupayakan setiap pekerjaan dilaksanakan dengan hati yang penuh keikhlasan karena kunci amal yang dicintai dan diterima Allah SWT adalah dengan amal yang kontinyu walau sedikit dan dari hati yang ikhlas.   

Sumber : Sriwijaya Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar